DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................ 2
Daftar Isi
................................................................................................. 3
Pengertian
Iman .................................................................................... 4
Ruang
Lingkup Iman
........................................................................... 5
Rukun
Iman .......................................................................................... 5
1. Iman
Kepada Allah SWT ............................................................ 5
2. Iman
Kepada Malaikat-Malaikat Allah SWT ............................. 6
-
Fungsi Malaikat
..................................................................... 7
-
Sifat Malaikat
........................................................................ 8
-
Hikmah Beriman Kepada
Malaikat ....................................... 8
3. Iman
Kepada Kitab-Kitab Allah SWT ........................................ 9
-
Perbedaan Al Qur’an dengan
Kitab-Kitab Lainnya .............. 9
4. Iman Kepada
Rasul-Rasul Allah SWT ....................................... 10
-
Dalil Tentang Kebenaran
Adanya Rasul-Rasul Allah SWT .. 11
-
Nama-nama Rasul Allah SWT
............................................. 11
-
Sifat-sifat Rasul Allah SWT
................................................. 12
-
Sifat Mustahil dan Jaiz bagi
Rasul ........................................ 13
5. Iman
Kepada Hari Kiamat ........................................................... 16
-
Hari Kiamat Menurut Tinjauan
Ilmu Pengetahuan ............... 16
-
Fungsi Iman Kepada Hari Akhir
........................................... 17
-
Tanda-tanda Hari Kiamat
...................................................... 18
6. Iman
Kepada Qadha dan Qadhar ................................................ 20
-
Ikhtiar dan Tawakal
.............................................................. 21
-
Tanda-tanda Penghayatan Iman
Kepada Qadha dan Qadhar 21
-
Hikmah Beriman Kepada Qadha
dan Qadhar ....................... 22
Kesimpulan
............................................................................................. 25
Daftar Pustaka
......................................................................................... 30
I.
Pengertian
Secara etimologis berarti ‘percaya’. Perkataan iman (إيمان)
diambil dari kata kerja ‘aamana’ (أمن) – yukminu’ (يؤمن) yang
berarti ‘percaya’ atau ‘membenarkan’.
Menurut hadits, iman merupakan tambatan hati yang
diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar
segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang –
orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan
segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang
jujur atau orang yang memiliki prinsip. Atau juga pandangan dan sikap hidup.
a.
Imam Ali bin Abi Talib: “Iman itu
ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan
anggota.”
b.
Aisyah r.a.: “Iman
kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan
mengerjakan dengan anggota.”
c.
Imam Al-Ghazali: “Pengakuan dengan lidah (lisan)
membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun
(anggota-anggota).”
Berdasarkan hadits Ibnu Majjah Tabhrani:
اَلْاِيْمَانُ عَقْدٌ بِالْقَلْبِ وَ اِقْرَارٌ
بِالِّسَانِ وَ عَمَلٌ بِالْاَرْكَانِ.
Artinya: ”Iman adalah tambatan hati, ucapan lisan dan
laku perbuatan.”
II.
Ruang
Lingkup Iman
Adapun
batasan ruang lingkup iman adalah isi yang di cakup oleh kata kata iman
tersebut.
اَلْاِيْمَانُ =
عَقْدٌ بِالْقَلْبِ + وَ اِقْرَارٌ
بِالِّسَانِ + وَ عَمَلٌ بِالْاَرْكَانِ
Artinya: Tambatan
hati + Ucapan lisan (Pandangan hidup) + Laku perbuatan(Sikap hidup)
Jadi bicara soal Iman = bicara soal hidup yang
mencakup:
·
Pandangan hidup
·
Sikap hidup
III.
RUKUN
IMAN
1.
Iman
kepada Allah SWT
Sudah
kita ketahui, Allah SWT adalah Esa/Tunggal. Seperti dalam Q.S Al-Ikhlas: 1-4
Artinya:“Katakanlah: Dia-Lah Allah Yang Maha Esa.
Hanya Allah-lah tempat bergantung. Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakan. Tidak ada satupun yang menyamai-Nya.”
Dalam
surat tersebut telah jelas dijelaskan bahwa Allah-lah tempat bergantung,
bergantung diatas ialah ketika umat muslim menyembah dan meminta hanya kepada
Allah. Seperti Q.S Al-Fatihah: 5
Artinya:“Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan
hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.”
Al-Qur’an
yang menyebut Allah sampai 2799 kali mulai dengan menerangkan tentang keesaan Tuhan dan mengakhiri dengan
keesaan Tuhan pula. Ayat yang mengenai keesaan Tuhan antara lain terdapat di
surat (7) Al A’raaf ayat 59:
“.....Sembahlah
Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainnya.....”
Ajaran
tentang keesaan Tuhan telah diberikan oleh para Nabi sebelum Nabi muhammad
s.a.w. Dapat dibuktikan dengan ayat 25 surat (21) Al Anbiyaa :
“Dan tidak kami
utus Rasul sebelum kamu,melainkan kami wahyukan kepadanya,bahwa tiada tuhan
selain aku ; karena itu sembahlah aku”.
Allah
maha pengasih lagi Maha penyayang. Ia menyuruh manusia agar berbuat
kebajikan,agar kehidupannya bahagia di dunia dan akhirat. Untuk dapat berbuat
kebajikan manusia perlu tuntunn bimbingan dari allah swt. Allah maha adil lagi
bijaksana,Allah menjanjikan kepada manusia yang ikhlas menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya akan mendapat imbalan berupa Surga. Begitu pula
sebaliknya barang siapa berbuat dosa balasannya adalah neraka.
Di
antara sifat-sifat Allah yang banya disebut dalam Al-Qur’an adalah “Rabb”: Maha
Memiliki, Mendidik, dan Memelihara. “Rahmaan” dan “Rahiim”: Maha Pemurah dan
Maha Penyayang,. “Ghafuur”: Maha Pengampun. “Malik”: Maha Menguasai, Maha
Memiliki.
2.
Iman kepada Malaikat-Malaikat Allah SWT
Yang
Wajib diketahui oleh umat Islam ada 10.
·
Jibril. Tugasnya
menyampaikan wahyu
·
Mikail. Tugasnya
memberikan rizki
·
Israfil. Tugasnya
meniup sangkakala
·
Izrail. Tugasnya
mencabut nyawa
·
Munkar. Tugasnya
menanyakan dalam kubur
·
Nakir. Tugasnya
menanyakan dalam kubur
·
Raqib. Tugasnya
mencatat amal kebaikan
·
Atid. Tugasnya mencatat
amal keburukan
·
Malik. Tuganya penjaga
pintu neraka
·
Ridwan. Tugasnya
penjaga pintu surga
Beriman kepada Malaikat, didasarkan
pada:
Ø Q.S
Al-Baqarah: 177
Artinya “Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur
dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah
beriman kepada Allah, hari kiamat, Malaikat-Malaikat, Kitab-Kitab,
Nabi-Nabi....................”.
Ø Q.S
Al-Baqarah: 285
Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang
diturunkan kepadanya dari Tuhannya demikian pula orang-orang yang beriman,
semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-MalaikatNya, Kitab-KitabNya,
Rasul-RasulNya......................”.
Malaikat
adalah makhluk halus yang tidak nampak dan mempunyai fungsi-fungsi yang
tertentu. Sebagai konsekuensi beriman kepada Allah, maka umat Islam harus
beriman kepada Malaikat. Malaikat, menurut Hadits yang diwayatkan oleh Aisyah
R.A, diciptakan dari nur (cahaya), sedangkan jin diciptakan dari nar (api).
Adapun
Fungsi Malaikat adalah:
v Sebagai
utusan untuk menyampaikan wahyu Allah
kepada Rasul-RasulNya.
Q.S As-Syu’ara: 192-194
v Sebagai
perantara untuk memperkuat Para Nabi dan kaum Muslimin.
Q.S Al-Baqarah: 87
v Untuk
mendatangkan azab pada umat yang dzalim serta mengingkari zat-zat Allah.
Q.S Al-Baqarah: 210
v Menolong
dengan memintakan ampun bagi mereka yang ada dibumi.
Q.S As-Syu’ara: 5, Q.S
Al-Mu’min: 7
v Membantu
meningkatkan kehidupan rohaniah manusia didunia maupun diakhirat, dengan selalu
memberi ilham pada manusia untuk berbuat yang baik.
Q.S Qaaf: 21
v Untuk
mencatat semua perbuatan-perbuatan manusia.
Q.S Al-Infitaar: 10-12
Sifat Malaikat
:
Ø Diciptakan
dari nur (cahaya)
Ø Taat
dan berbakti kepada Allah
Ø Dapat
menjelma atau berubah bentuknya seperti manusia atau seperti makhluk lainnya.
Ø Bersujud
kepada allah.
Ø Senantiasa
mengucapkan tasbih atau mensucikan allah.
Ø Tidak
pernah merasa letih untuk menyembah allah.
Ø Tidak
sombong.
Ø Memberi
salam kepada ahli syurga.
Ø Memohon
ampunan untuk orang2 yang beriman.
Ø Malaikat
itu tidak berjenis laki-laki atau perempuan.
Ø Tidak
memiliki hawa nafsu,tidak membutuhkan makan dan minum,dan sarana-sarana fisik
lainnya.
Ø Tidak
mati sebelum datangnya hari kiamat.
Hikmah Beriman Kepada malaikat :
v Iman
kepada malaikat adalah salah satu rukun iman. Oleh sebab itu,kita harus
mempercayai adanya malaikat dengan penuh keyakinan. Beriman kepada malaikat
dapat mendatangkah hikmah,antara Lain:
v Dapat
mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada allah swt.
v Diantara
sekian banyak sifat malaikat adalah disiplin dan ikhlas melaksanakan perintah
allah. Sifat yang luhur ini sebaiknya kita jadikan contoh dalam rangka ibadah
kita kepada Allah swt.
v Malaikat
ada yang bertugas mengawasi dan mencatat semua perbuatan manusia. Hal ini
merupakan Motivasi (pendorong) bagi kita untuk senantiasa berbuat kebaikan dan
menjauhi perbuatan jahat.
3.
Iman
kepada Kitab-Kitab Allah
Iman
kepada kitab Allah berarti tidak hanya percaya kepada Al-Quran, tetapi percaya
kepada kitab yang diturunkan dalam semua masa, serta yang diturunkan kepada
tiap-tiap umat.
Menurut
ajaran Al-Quran tiap-tiap umat, dimanapun ia berada dibumi, kepada umat itu
diturunkan wahyu. Kitab suci yang diturunkan Allah kepada rasul yang wajib kita
imani adalah:
v Kitab
Taurat,Diturunkan kepada Nabi Musa AS pada kira-kira abad 12 SM di daerah
Israil dan Mesir.
v Kitab
Zabur,Diturunkan kepada Nabi Daud AS pada kira-kira abad 10 SM di daerah Israil.
v Kitab
injil, diturunkan kepada Nabi Isa AS pada permulaan abad pertama masehi.
v Kitab
Al-Qur’an,diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,abad ke-6 masehi di Mekkah,Madinah
dan sekitarnya (sekarang negara Arab Saudi).
Perbedaan
Al-Quran dan kitab-kitab lainnya:
Kitab
Taurat,Zabur dan Injil berisi tentang Aqidah (tauhid) dan hukum-hukum syari’at.
Sedangkan kitab Al-Qur’an berisi tentang aqidah,hukum-hukum syari’at dan
muamalat. Al-Qur’an adalah kitab suci yang paling lengkap,yang berisi
pokok-pokok keyakinan (aqidah),aturan tata cara peribadatan (syariah),tata cara
dan hukum kemasyarakatan (muamalah).
Sebagaimana Q.S Al-Faathir: 24
Artinya:
”.......... dan tidak ada suatu umat
melainkan telah ada dahulu diantara mereka orang yang memberikan peringatan.”
Al-Quran
membenarkan apa yang termasuk dalam kitab-kitab suci lain, tetapi juga menguji
kemurnian dari kitab-kitab suci itu. Karena itu Al-Quran memuat kisah-kisah
Nabi untuk mengambil pelajaran juga menunjukkan kejadian yang sebenarnya.
4.
Iman
kepada Rasul-Rasul Allah
Iman
kepada Rasul artinya mempercayai dan meyakini bahwa Allah SWT telah mengutus
Rasul-RasulNya untuk menuntun dan membimbing umat manusia kejalan hidup yang
benar dan diridhai Allah SWT. Rasul
adalah manusia biasa pilihan Allah SWT yang diberi wahyu untuk dirinya dan
umatnya.
Sebagai
manusia, Rasul pun memiliki sifat-sifat yang dimiliki manusia lainnya. Misalnya
makan, minum, bekerja, berkeluarga, dan bermasyarakat. Allah SWT berfirman
dalam Q.S An-Nahl: 43
Artinya:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali lelaki yang Kami beri wahyu
kepada mereka. Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahuinya”
·
Dalil
Tentang Kebenaran Adanya Rasul-Rasul Allah SWT
1.
Dalil
Aqli
Allah
SWT menjanjikan pahala bagi hamba-Nya yang taat dan mengancam siksa bagi
hamba-Nya yang maksiat. Maka diutuslah rasul untuk membimbing umat dan
memberitahu mana yang baik dan yang buruk, sehingga tahu mana yang harus
dilaksanakan dan mana yang harus ditinggalkan.
Supaya
Allah SWT dapat berkomunikasi dengan umat-Nya secara baik dan menyampaikan
ajaran secara maksimal, maka Allah SWT mengutus Rasul-Nya dari kalangan manusia
sendiri.
2.
Dalil
Naqli
a. Q.S
Yunus: 47
Artinya:
“Tiap-tiap umat mempunyai Rasul. Maka
apabila telah datang Rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan
adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya”
Ayat
diatas menjelaskan bahwa Rasul berkewajiban menegakkan hukum agama (dalam
menyelesaikan perkara manusia) secara adil, tidak ada yang dirugikan.
b. Q.S
An-Nahl: 36
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah
Thaughut itu”. Maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk
oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya”.
Ayat tersebut
menerangkan bahwa setiap Rasul yang diutus kepada suatu umat bertugas mengajak
manusia menyembah kepada Allah SWT dan menjauhi thaughut (sembahan selain
Allah).
·
Nama-nama
Rasul Allah SWT
Jumlah nabi dan rasul
sangat banyak, tidak ada seorangpun yang mengetahui jumlahnya dengan pasti. Hal
itu karena sebagian dicantumkan kisahnya dalam Al-Quran dan sebagian lagi
tidak. Sabda Nabi SAW:
Artinya: “(Jumlah nabi dan rasul) adalah seratus dua
puluh ribu orang dan para rasul sebagian dari mereka berjumlah tiga ratus tiga
belas orang.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Tetapi jumlah nabi dan
rasul yang wajib diketahui oleh umat Islam dan diterangkan dalam Al-Quran ada
25orang, yaitu:
1.
Nabi Adam as
2.
Nabi Idris as
3.
Nabi Nuh as
4.
Nabi Hud as
5.
Nabi Shaleh as
6.
Nabi Ibrahim as
7.
Nabi Luth as
8.
Nabi Ismail as
9.
Nabi Ishaq as
10. Nabi
Yaqub as
11. Nabi
Yusuf as
12. Nabi
Ayyub as
13. Nabi
Syu’aib as
14. Nabi
Musa as
15. Nabi
Harun as
16. Nabi
Dzulkifli as
17. Nabi
Daud as
18. Nabi
Sulaiman as
19. Nabi
Ilyas as
20. Nabi
Ilyasa as
21. Nabi
Yunus as
22. Nabi
Zakaria as
23. Nabi
Yahya as
24. Nabi
Isa as
25. Nabi
Muhammad SAW
·
Sifat-sifat
Rasul Allah
Ø Sifat Wajib bagi Rasul
Yaitu sifat-sifat yang
pasti dimiliki oleh para rasul. Sifat wajib bagi rasul ada empat sbb:
·
Shidiq (benar)
Rasul selalu benar
apabila berbicara dan benar pula dalam perbuatannya. Kebenaran ucapan dan
perbuatan para rasul diungkapkan dalam firman Allah SWT, Q.S Yasin: 52
Artinya: “Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami!
Siapakah yang membangkitkan kami dari tidur-tidur kami (kubur)?”. Inilah yang
dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasulNya”
·
Amanah (dapat
dipercaya)
Karena kejujuran yang
dimiliki para rasul, orang menaruh kepercayaan kepadanya.
Bahkan Nabi Muhammad
SAW sebelum diangkat menjadi rasul, orang-orang quraisy mempercayai kepribadian
beliau yang mulia sehingga memberinya gelar Al-Amin, yaitu orang yang dapat
dipercaya.
Firman
Allah SWT Q.S Al-A’raf: 68
Artinya:
“Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanmu
kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu”
·
Tabligh (melaksanakan
tugas)
Setiap rasul
melaksanakan tugasnya secara baik walaupun kaumnya menentang secara terang-terangan
rasul menyampaikan semua perintah Allah SWT dan tidak ada satu ayat pun yang
disembunyikan.
·
Fathanah (cerdas)
Sesungguhnya para rasul
bukan golongan terpelajar, tetapi mereka memiliki kecerdasan yang tinggi dalam
menghadapi musuh-musuhnya.
Berikut ini contoh para
rasul-rasul yang memiliki kecerdasan:
§
Nabi Sulaiman as
Nabi
Sulaiman mampu menduduki jabatan raja yang agung sehingga memiliki bala tentara
dari manusia, jin dan hewan atas izin Allah SWT.
§
Nabi Muhammad SAW
Nabi
Muhammad SAW memiliki wawasan yang luas. Beliau mengadakan perjanjian dengan
kaum Yahudi dan Nasrani di Madinah ketika baru hijrah dari Mekkah. Dengan
perjanjian itu kaum muslimin memperoleh dukungan dari mereka dalam menghadapi
ancaman dari kaum kafir Quraisy di Mekkah. Hanya karena rasa iri dan dengki,
kaum Yahudi dan Nasrani merusak perjanjian itu. Karena pengkhianatan mereka
akhirnya kaum muslimin menyerang sampai habis ke akar-akarnya.
Ø Sifat Mustahil bagi
Rasul
Yaitu sifat yang tidak
mungkin dimiliki oleh para Rasul. Sifat mustahil bagi rasul ada 4, yaitu:
a. Kizib
(dusta)
b. Khianat
(tidak dapat dipercaya)
c. Khitman
(tidak menyampaikan wahyu)
d. Baladah
(bodoh)
Ø Sifat Jaiz bagi Rasul
Yaitu sifat yang boleh
ada atau tidak pada diri Rasul. Misalnya rasulpun boleh memiliki harta, istri,
anak, sebagaimana manusia biasa. Manusia merasa lapar dan haus serta suka dan
duka maka rasul pun demikian.
a.
Nabi-nabi
Ulul ‘Azmi
Demikian halnya,dari 25
orang rasul,5 orang di antaranya yang disebut rasul Ulul ‘Azmi, yaitu rasul
pilihan yang memiliki keteguhan hati dan ketabahan luar biasa. Gigih dalam
perjuangan,dan sangat sabar menerima berbagai cobaan. Rasul-rasul Ulul ‘azmi
itu ialah :
· Nabi
Nuh AS
· Nabi
Ibrahim AS
· Nabi
Musa AS
· Nabi
Isa AS
· Nabi
Muhammad SAW
Para
nabi/rasul di atas sangat pantas mendapatkan gelar Ulul ‘Azmi karena memiliki keistimewaan dari pada
nabi-nabi yang lain.
· Nabi
Nuh, beliau terkenal dengan ketabahan dan kesabarannya. Selama ratusan tahun
berdakwah menyampaikan ajaran Allah,tetapi hanya sedikit sekali orang yang mau mengikuti
seruannya. Sebagian besar menolak bahkan menghinanya. Sampai anaknya pun
membangkang dan akhirnya tenggelam dalam gelombang banjir yang dahsyat. Beliau
menyaksikan kejadian itu dengan tabah.
· Nabi
Ibrahim, yang hidup ditengah-tengah kemusyrikan. Ia menyeru umatnya ke jalan
yang benar tapi hampir semua menolaknya, termasuk ayahnya sendiri. Bahkan ia
harus mejalani hukuman bakar hidup-hidup. Allah Maha Kuasa, Nabi Ibrahim
diselamatkan. Rupanya ujian Allah belum selesai. Nabi Ibrahim diperintahkan Allah
menyembelih putra kesayangannya, Ismail as. Perintah Allah tersebut ia
laksanakan dengan ikhlas. Dan Allah menunjukkan kebesaran-Nya. Ismail as
digantikan dengan seekor Domba. Kemudian domba itulah yang di korbankan.
· Nabi
Musa, yang hidup di zaman raja Fir’aun yang mengaku dirinya Tuhan harus
menghadapi tantangan yang sangat berat. Setiap kali tantangan datang
menghadang. Selalu ia hadapi dengan tabah. Ia dikejar-kejar untuk dibunuh tapi
selalu di selamatkan Allah.
· Nabi
Isa, yang sejak menjelang kelahirannya sudah dipermasalahkan dan menjadi bahan
fitmah dari orang-orang kafir. Sampai akhir hayatnya slalu di fitnah dan di
kejar-kejar. Semua itu ia hadapi dengan sabar dan tabah.
· Nabi
Muhammad SAW, yang telah kita ketahui betapa kejamnya kaum kafir memperlakukan
Nabi Muhammad SAW, di hina, dikucilkan,di teror, bahkan hendak di bunuh. Tetapi
perlakuan yang keji itu ia balas dengan sabar dan lemah lembut. Akhirnya ajaran
beliau berkembang dengan pesat ke seluruh dunia.
5.
Iman
kepada Hari Kiamat
Iman
kepada hari kiamat berarti mempercayai dan meyakini adanya hari dimana seluruh
amal dan perbuatan manusia dipertanggungjawabkan.
Hari
Kiamat Menurut Tinjauan Ilmu Pengetahuan
Pemikiran tentang
terjadinya kiamat menurut sains (ilmu pengetahuan) dibahas dalam beberapa teori
seperti berikut:
a.
Sir
James Jeinz
Astronom
ini berpendapat dalam buku Bintang-bintang
dalam Perjalanannya bahwa bulan itu akan mendekati bumi sedikit demi
sedikit, hingga kedekatan itu mengancam keselamatan bumi. Pada saat itu hari
pembalasan akan segera tampak dan bulan akan terbelah.
b.
Prof.
Achmad Baiquni Msc. Ph. D
Dalam
buku Al-Qur’an; Ilmu Pengetahuan dan Teknologi beliau mengemukakan bahwa ada
beberapa skenario tentang terjadinya kiamat menurut sains, yaitu:
1)
Pertama
a. Menggambarkan
habisnya bahan bakar termonuklir, yaitu
hidrogen di dalam matahari.
b. Menjadikan
reaksi nuklir makin berkurang, matahari akan menjadi dingin, dan bumi akan
membeku.
c. Bila
begitu tidak ada tanaman yang mampu tumbuh dan kehidupan di bumi akan berakhir.
Waktu yang diperlukan matahari untuk menghabiskan bahan bakarnya sekitar lima
milyar tahun.
2)
Kedua
a. Menggambarkan
habisnya hidrogen di bumi.
b. Semua
makhluk hidup akan mati membeku seperti skenario pertama.
3)
Ketiga
a. Menggambarkan
mengembangnya matahari
b. Matahari
adalah salah satu bintang dalam galaksi kita yang letaknya paling dekat dengan
bumi, yang pada dasarnya merupakan satelit matahari..
c. Evolusi
matahari akan mengikuti kehidupan bintang-bintang lainnya, yaitu bila ia telah
padam ia akan menyusut terus menjadi kecil sampai pada suatu saat ketika energi
gravitasi berubah menjadi panas dan mengubahnya menjadi bintang raksasa merah.
d. Pada
kondisi itu sistem tata surya sebagian (termasuk bumi kita) akan tertelan oleh
apinya.
e. Semua
makhluk hidup akan mati tebakar.
a.
Fungsi
Iman Kepada Hari Akhir
Fungsi iman kepada hari Akhir, yaitu:
a.
Memperkuat keyakinan
bahwa Allah Mahakuasa dan Mahaadil.
b.
Kuasa menghancurkan
alam semesta dengan segala isinya (terjadinya kiamat kubra).
c.
Kuasa mengadili makhluk
dengan seadil-adilnya, berdasarkan perbuatan manusia di dunia, pada Yaumul
Hisab.
d.
Mendorong untuk
berdisiplin menjalankan ibadah, seperti shalat lima waktu.
e.
Memberi dorongan untuk
membiasaka diri dengan sikap dan perilaku terpuji (akhlakul arimah) dan
menjauhkan dari sikap tercela (akhlakul mazmumah).
f.
Memberi dorongan untuk
bersikap optimis dalam hidup.
Nasihat
Rasulallah saw. Tentang iman kepada hari akhir, yaitu bahwa orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir hendaknya:
a.
Tidak ikut duduk-duduk
di tempat jamuan makan yang di situ dibagi-bagikan minuman keras.
b.
Menghormati tamunya.
c.
Berlaku baik kepada
tetangga.
d.
Berkata baik.
Dalam menanggapi
adanya hari akhir manusia dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
a.
Golongan Pertama
adalah manusia yang mengingkari atau tidak mempercayai akan adanya hari akhir.
b.
Golongan Kedua
adalah kelompok yang mempercayai bahwa setelah manusia mati akan mengalami
kehidupan baru atau reikarnasi.
c.
Golongan Ketiga
adalah kelompok manusia yang meyakini akan adanya hari akhir.
Fungsi iman kepada hari akhir adalah :
a.
Menyadarkan manusia
bahwa alam seisinya akan hancur lebur,maka setiap muslim harus banyak melakukan
amal kebaikan dan menjauhi segala amal yang tidak baik.
b.
Mengingatkan bahwa kita
hidup di dunia ini hanya sebagai jembatan menuju ke alam akhirat,maka kita
harus mau membelanjakan dan menginfaqkan sebagian harta untuk menghindarkan
diri dari sifat rakus,tamak dan kikir.
c.
Berani dan tidak takut
mati karena membela agama,serta menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam.
d.
Tidak iri terhadap
kenikmatan yang diperoleh orang lain.
e.
Dapat menentramkan jiwa
orang yang mendapat perlakuan kurang adil.
b.
Tanda-tanda
Hari Kiamat
Diantara
tanda-tanda tibanya hari kiamat ialah apabila para pemegang pemerintahan adalah
orang-orang dari golongan rendah, baik ditinjau dari segi akhlaknya, tingkat
keimanannya (agamanya), maupun pendidikannya, sehingga mereka berbuat zalim,
menganiaya, dan memperlakukan orang lain seperti memperlakukan budak. Juga
apabila pengembala kambing sudah berlomba-lomba membangun gedung-gedung tinggi
dan hidup di dalamnya dengan cara yang sangat mewah.
Ada 2 macam kiamat yang
kita kenal dan kita alami,yaitu :
a.
Kiamat sugra
(Kiamat Kecil)
Merupakan
kehancuran,kematian atau berakhirnya kehidupan setiap makhluk yang bernyawa.
Firman allah:
“semua
yang ada di bumi itu akan binasa,tetapi jawab tuhanmu yang memiliki kebesaran
dan kemuliaan tetap kekal” (QS. Ar-Rahma
(55):26-27)
b.
Kiamat Qubro (Kiamat
Besar)
Merupakan
peristiwa besar atau hancur binasanya
alam semesta beserta isinya (makhluk) sebagai awal di mulainya kehidupan
akhirat. Kiamat pasti terjadi tetapi tak seorangpun yang tahu kapan kiamat akan
terjadi. Termasuk para nabi dan rasulnya.
Allah
berfirman dalam surat al-A’raf 07:187 :
”Mereka menanyakan kepadamu (muhammad) tentang
kiamat,”kapan terjadi?” katakanlah “sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu
ada pada tuhanku; tidak ada (seorangpun) yang dapat menjelaskan waktu
terjadinya selain dia. (kiamat) itu sangat berat (huru-hara nya bagi
makhluk)yang di langit dan di bumi,tidak akan datang kepadamu kecuali secara
tiba-tiba” mereka bertanya kepadamu seakan-akan engkau mengetahuinya.
Katakanlah (muhammad) “sesungguhnya pengetahuan tentang (hari kiamat) ada pada
allah,tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.”
Ada beberapa hal
yang memiliki kaitan dengan peristiwa haris akhir kiamat,yaitu:
a.
Yaumul Ba’ats,
yaitu hari kebangkitan semua makhluk yang setelah mengalami kematian.
b.
Yaumul Mahsyar,
yaitu dimana semua makhluk akan berkumpul pada suatu tempat yang luas (terutama
manusia).
c.
Yaumul Hisab,
yaitu hari perhitungan atas segala amal manusia selama hidup di dunia.
d.
Mizan,
yaitu timbangan amal.
e.
Surga dan neraka
Surga adalah tempat yang
menyenangkan yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwan dan beramal
sholeh.
Neraka adalah tempat
pembalasan paling berat bagi orang-orang yang ingkar,durhaka dan suka melanggar
aturan-aturan allah swt.
Hikmah
penghayatan iman kepada hari akhir:
a. Hancurnya
alam semesta dihari kiamat membuktikan bahwa Allah maha kuasa dalam melakukan
sesuatu yang di kehendaki.
b.
Akibat peristiwa luar
biasa tersebut,manusia harus mempersiakan diri dengan bekal amal sholeh.
c.
Manusia akan
mendapatkan keadilan dari allah seadil-adilnya.
d.
Manusia mulai mau
memperbaiki segala ucapan,dan prilakunya
e.
Semua amal perbuatan
manusia dihitung secara teliti dan tidak akan terlewati meski hanya seberat
biji zarah.
6.
Iman
kepada Qada dan Qadar
Menurut bahasa Qadha
memiiki beberapa pengertian yaitu: Hukum,ketetapan,pemerintah,kehendak,pemberitahuan,penciptaaan.
Menurut Islam yang dimaksud dengan Qadha adalah ketetapan allah sejak jaman
Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan
makhluk.
Sedangkan menurut bahasa
Qadhar adalah: Kepastian,peraturan,ukuran. Menurut Islam Qadar perwujudan atau
atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan bentuk
sesuai dengan iradah-Nya.
Iman kepada Qada dan
Qadar berarti mempercayai dan meyakini akan ketentuan-ketentuan atau takdir
yang telah Allah berikan kepada masing-masing umat Islam.
Dalam
Firman Allah QS.Al-Ahzab 33:38:
”Tidak
ada keberatan apapun pada nabi tentang apa yang telah di tetapkan Allah baginya
(Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah allah pada nabi-nabi yang
telah terdahulu. Dan ketetapan allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.”
Jelaslah hubungan
antara Qadha dan Qadar dimana mengacu pada hukum,undang-undang,peraturan dan
ketetapan Allah yang berlaku atas semua makhluk-Nya. Sedangkan Qadar mengacu
pada pelaksanaan dari rencana allah atas hukum,undang-undang dan ketetapannya.
1.
IKHTAR
Keberadaan
qada dan qadar Allah tentu saja tidak dimaksudkan untuk membuat manusia menjad
makhluk pasif yang selau menerima dan tergantung pada sesuatu tanpa mau
melakukan usaha apapun. Manusia tetap diwajibkan untuk berikhtiar.
Ikhtiar
berarti memilih. Menurut istilah, ikhtiar adalah berusaha secara maksimal dalam
mencapai tujuan dan hasil serta bergantung sepenuhnya kepada kehendak Allah.
Menurut
Ibnu Sina, ikhtiar berarti kekuatan untuk memilih (power of choice). Kekuatan
memilih tersebut berdasarkan atas daya dan pengetahuan yang diberikan Allah
SWT. Melalui usaha dan pemikiran. Dengan
demikian, manusia dapat memilih sesuatu untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan.
Dalam
berikhtiar manusia harus bersungguh-sungguh dan semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki serta yang tak kalah penting adalah ikhlas. Akan
tetapi apabila usahanya gagal, kita tidak boleh putus asa.
2.
TAWAKAL
Tawakal
adalah penyerahan sesuatu kepada Allah atau menggantungkan urusan diri kepada
Allah setelah berikhtiar.
Tawakal
yang dikehendaki oleh islam bukan berarti penyerahan diri secara mutlak kepada
Allah tanpa dibarengi dengan usaha keras dalam berikhtiar dan bekerja, akan
tetapi penyerahan diri kepada Allah yang dibarengi dengan ikhtiar, sesuai
dengan kemampuan yang maksimal. Sebagai contoh, konon ada seorang sahabat
menemui Nabi saw. di masjid. Ia meninggalkan untanya tanpa mengikat unta
tersebut terlebih dahulu. Ketika Nabi saw. menanyakan hal itu, sahabat menjawab
“Aku telah bertawakal kepada Allah”.
Mendengar
jawaban keliru tentang tawakal tersebut, Nabi saw. kemudian meluruskan arti
tawakal dengan sabdanya:
“Ikatlah
terlebih dahulu (untamu). Setelah itu maka bertawakallah”.
A.
Tanda
Penghayatan Iman Kepada Qada Dan Qadar
Salah
satu bentuk penghayatan terhadap fungsi iman kepada qada dan qadar adalah
seseorang tidak akan melepaskan tanggung jawabnya sebagai manusia. Segala
sesuatu yang terjadi sebagai ketentuan qada dan qadar akan diterima dengan
ridho dan pasrah.
Jika
kita memperhatikan setiap yang menimpa diri kita dari segala macam penderitaan
pada hakikatnya dapat dikelompokkan ke dalam 2 tingkatan sebagai berikut.
1.
Musibah yang sebenarnya
masih dalam jangkauan kemampuan untuk menghindarinya. Contoh: seseorang yang
rumahnya dimasuki pencuri karena kelalaiannya tidak mengunci pintu-pintu
rumahnya.
2.
Musibah yang diluar
jangkauan kemampuan manusia untuk menghindarinya. Contoh: tsunami, gunung meletus,
banjir, gempa bumi, dan lain-lain. Dalam menghadapi musibah seperti ini manusia
dituntut untuk segera bertawakal kepada Allah. Manusia harus menyadari bahwa
musibah itu sebagai peringatan atau ujian bahkan azab Allah kepada manusia.
B.
Hikmah
beriman kepada Qadha dan Qadar
a.
Dengan iman kepada
Qadha dan Qadar maka kepercayaan terhadap kekuasaan allah makin tebal dan hati
makin tabah dalam menghadapi kehidupan dan tidak mudah putus asa.
b.
Senantiasa mengalami
ketenangan jiwa dalam hidupnya. Sebab ia slalu merasa senang dengan apa yang
Aallah tentukan kepadanya.
c.
Apabila mendapat
keberuntungan maka ia akan bersyukur karena keberuntungan itu merupakan nikmat
allah yang harus di syukuri.
d.
Orang yang beriman
kepada Qadha dan Qadar senatiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih
kebahagiaan dan keberhasilan itu. Karna manusia tidak mengetahui apa yang akan
terjadi apa yang akan terjadi dalam hidupnya,semua orang tentu menginginkan
bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan tidak datang begitu saja namun harus
di usahakan.
Takdir ada 2 macam,yaitu:
1.
Takdir Mubran
adalah Qadha dan Qadar allah yang tidak dapat di elakkan dan pasti terjadi,dan
manusia tidak dapat menghindarinya,seperti contoh: Jenis kelamin
laki-laki/perempuan,hari kiamat,datangnya ajal seseorang,dll
2.
Takdir Muallaq
adalah Qadha dan Qadar allah yang di gantungkan pada ikhtiar seseorang atau
usaha-usahanya,menurut kemampuan yang ada pada manusia. Seperti orang ingin
pandai harus belajar,orang ingin kaya harus giat bekerja,dll
Bagi orang yang
beriman segala kejadian yang menimpa selain disebabkan karena perbuatannya
sendiri juga terjadi karena kehendak allah swt. Menurut Syeh Muhammad saleh Al
Usaimin,mengemukakan bahwa takdir itu mempunyai 4 tingkatan,yaitu :
a.
Al ilmu (pengetahuan)
Seorang
harus meyakini bahwa Allah swt mengetahui segala sesuatu baik secara global
maupun terperinci.
b.
Al Kitabah (Catatan)
Allah
swt mencatat semua itu di dalam sebagai ketetapan disisinya.
c.
Al Masyiah (Kehendak)
Kehendak
allah itu bersifat umum,tidak ada sesuatu dilangit maupun dibumi melainkan
terjadi dengan iradah atau kehendak allah swt.
d.
Al khalku (Ciptaan)
Tidak
sesuatupun dilangit dan dibumi melainkan allah sebagai
pencipta,memiliki,pengatur,dan penguasaannya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN
Dengan ini, maka dapat disimpulkan Pengertian
iman secara bahasa menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah
pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk. Kata beliau makna ini
cocok dengan makna iman dalam istilah syari’at. Dan beliau mengkritik orang
yang memaknai iman secara bahasa hanya sekedar pembenaran hati (tashdiq)
saja tanpa ada nsure menerima dan tunduk. Kata ’iman’ adalah fi’il lazim
(kata kerja yang tidak butuh objek), sedangkan tashdiq adalah fi’il
muta’addi (butuh objek) (Lihat Syarh Arba’in, hal. 34)
Adapun secara istilah, dalam mendefinisikan iman
manusia terbagi menjadi beragam pendapat [dikutip dari Al Minhah Al
Ilahiyah, hal. 131-132 dengan sedikit perubahan redaksional] :
Pertama
Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, dan segenap ulama ahli hadits serta ahlul Madinah (ulama Madinah) –semoga Allah merahmati mereka- demikian juga para pengikut madzhab Zhahiriyah dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Para ulama salaf –semoga Allah merahmati mereka- menjadikan amal termasuk nsure keimanan. Oleh sebab itu iman nsu bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang (lihat Kitab Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9).
Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, dan segenap ulama ahli hadits serta ahlul Madinah (ulama Madinah) –semoga Allah merahmati mereka- demikian juga para pengikut madzhab Zhahiriyah dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Para ulama salaf –semoga Allah merahmati mereka- menjadikan amal termasuk nsure keimanan. Oleh sebab itu iman nsu bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang (lihat Kitab Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9).
Kedua
Banyak di antara ulama madzhab Hanafi yang mengikuti definisi sebagaimana yang disebutkan oleh Ath Thahawi rahimahullah yang mengatakan bahwa iman itu pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati.
Banyak di antara ulama madzhab Hanafi yang mengikuti definisi sebagaimana yang disebutkan oleh Ath Thahawi rahimahullah yang mengatakan bahwa iman itu pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati.
Ketiga
Ada pula yang mengatakan bahwa pengakuan dengan lisan adalah rukun tambahan saja dan bukan rukun asli. Inilah pendapat Abu Manshur Al Maturidi rahimahullah, dan Abu Hanifah pun diriwayatkan memiliki sebuah pendapat seperti ini.
Ada pula yang mengatakan bahwa pengakuan dengan lisan adalah rukun tambahan saja dan bukan rukun asli. Inilah pendapat Abu Manshur Al Maturidi rahimahullah, dan Abu Hanifah pun diriwayatkan memiliki sebuah pendapat seperti ini.
Keempat
Sekte Al Karramiyah mengatakan bahwa iman itu hanya pengakuan dengan lisan saja! Maka dari definisi mereka ini orang-orang munafiq itu dinilai sebagai orang-orang beriman yang sempurna keimanannya, akan tetapi menurut mereka orang-orang munafiq itu berhak mendapatkan ancaman yang dijanjikan oleh Allah untuk mereka! Pendapat mereka ini sangat jelas kekeliruannya.
Sekte Al Karramiyah mengatakan bahwa iman itu hanya pengakuan dengan lisan saja! Maka dari definisi mereka ini orang-orang munafiq itu dinilai sebagai orang-orang beriman yang sempurna keimanannya, akan tetapi menurut mereka orang-orang munafiq itu berhak mendapatkan ancaman yang dijanjikan oleh Allah untuk mereka! Pendapat mereka ini sangat jelas kekeliruannya.
Kelima
Jahm bin Shafwan dan Abul Hasan Ash Shalihi –salah satu dedengkot sekte Qadariyah- berpendapat bahwa iman itu cukup dengan pengetahuan yang ada di dalam hati! [Dan inilah yang diyakini oleh kaum Jabariyah, lihat. Syarh ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 163]. Pendapat ini jauh lebih jelas kerusakannya daripada pendapat sebelumnya! Sebab kalau pendapat ini dibenarkan maka konsekuensinya Fir’aun beserta kaumnya menjadi termasuk golongan orang-orang yang beriman, karena mereka telah mengetahui kebenaran Musa dan Harun ‘alaihimash sholatu was salam dan mereka tidak mau beriman kepada keduanya. Karena itulah Musa mengatakan kepada Fir’aun,
Jahm bin Shafwan dan Abul Hasan Ash Shalihi –salah satu dedengkot sekte Qadariyah- berpendapat bahwa iman itu cukup dengan pengetahuan yang ada di dalam hati! [Dan inilah yang diyakini oleh kaum Jabariyah, lihat. Syarh ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 163]. Pendapat ini jauh lebih jelas kerusakannya daripada pendapat sebelumnya! Sebab kalau pendapat ini dibenarkan maka konsekuensinya Fir’aun beserta kaumnya menjadi termasuk golongan orang-orang yang beriman, karena mereka telah mengetahui kebenaran Musa dan Harun ‘alaihimash sholatu was salam dan mereka tidak mau beriman kepada keduanya. Karena itulah Musa mengatakan kepada Fir’aun,
”Sungguh kamu telah mengetahui dengan jelas
bahwa tidaklah menurunkan itu semua melainkan Rabb pemilik langit dan bumi.”
(QS. Al Israa’ [17] : 102).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
”Mereka telah menentangnya, padahal diri
mereka pun meyakininya, hal itu dikarenakan sikap zalim dan perasaan sombong.
Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang melakukan kerusakan
itu.” (QS. An Naml [27] : 14).
Bahkan iblis pun dalam pengertian Jahm ini juga
termasuk kaum beriman yang sempurna imannya! Karena ia tidaklah bodoh tentang
Rabbnya, bahkan dia adalah sosok yang sangat mengenal Allah (yang artinya),
”Iblis berkata,’Rabbku, tundalah kematianku
hingga hari mereka dibangkitkan nanti.’.” (QS. Al Hijr [15] : 36).
Dan hakekat kekufuran dalam pandangan Jahm ini
adalah ketidaktahuan tentang Allah ta’ala, padahal tidak ada yang lebih bodoh
tentang Rabbnya daripada dia!!
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata,
“Iman itu
meliputi perkataan dan perbuatan. Dia nsu bertambah dan nsu berkurang. Bertambah
dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.”
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata,
“Iman nsu
bertambah dan nsu berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia
berkurang dengan sebab meninggalkan amal.” (Perkataan dua orang imam ini nsu
dilihat di Al Wajiz fii ‘Aqidati Salafish shalih, hal. 101-102)
Bahkan Imam Bukhari rahimahullah
mengatakan,
“Aku telah
bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku
tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan
perbuatan, nsu bertambah dan berkurang.” (Lihat Fathul Baari,
I/60)
Penjelasan
Definisi Iman
‘Iman itu berupa pembenaran hati’ artinya hati
menerima semua ajaran yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam.
‘Pengakuan dengan lisan’ artinya mengucapkan dua kalimat syahadat
“asyhadu
an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah”.
Sedangkan
‘perbuatan dengan anggota badan’ artinya amal hati yang berupa
keyakinan-keyakinan dan beramal dengan anggota badan yang lainnya dengan
melakukan ibadah-ibadah sesuai dengan kemampuannya (Lihat Kitab At Tauhid li Shaff Ats Tsaani
Al ‘Aali, hal. 9)
Dan salah satu pokok penting dari aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah
ialah keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang (Lihat Fathu Rabbbil
Bariyah, hal. 102). Hal ini telah ditunjukkan oleh dalil-dalil dari Al
Kitab maupun As Sunnah. Salah satu dalil dari Al Kitab yaitu firman Allah
ta’ala (yang artinya),
“Agar bertambah keimanan mereka di atas
keimanan mereka yang sudah ada.” (QS. Al Fath [48] : 4).
Dalil dari As Sunnah di antaranya adalah sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sosok kaum perempuan,
”Tidaklah aku melihat suatu kaum yang kurang
akal dan agamanya dan lebih cepat membuat hilang akal pada diri seorang lelaki
yang kuat daripada kalian ini (kaum perempuan).” (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
Maka ayat di atas menunjukkan penetapan bahwa
iman itu nsu bertambah, sedangkan di dalam hadits
tersebut terdapat penetapan tentang berkurangnya agama. Sehingga masing-masing
dalil ini menunjukkan adanya pertambahan iman. Dan secara otomatis hal itu juga
mengandung penetapan nsu berkurangnya iman, begitu pula sebaliknya. Sebab
pertambahan dan pengurangan adalah dua hal yang tidak nsu dipisah-pisahkan.
Tidak masuk akal keberadaan salah satunya tanpa diiringi oleh yang lainnya.
Dengan demikian dalam pandangan ahlus sunnah definisi iman memiliki 5
karakter : keyakinan, ucapan, amal, nsu bertambah, dan nsu berkurang. Atau nsu
diringkas menjadi 3 : keyakinan, ucapan, dan amal. Karena amal bagian dari
iman, secara otomatis iman nsu bertambah dan berkurang. Atau nsu diringkas
lebih sedikit lagi menjadi 2 : ucapan dan amal, sebab keyakinan sudah termasuk
dalam amal yaitu amal hati. Wallahu a’lam.
Penyimpangan
Dalam Mendefinisikan
Iman
Keyakinan bahwa iman
bisa bertambah dan berkurang adalah aqidah
yang sudah paten, tidak nsu diutak-atik atau ditawar-tawar lagi. Meskipun
demikian, ada juga orang-orang yang menyimpang dari pemahaman yang lurus ini.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa orang-orang yang
menyimpang tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu : Murji’ah dan
Wai’diyah.
Murji’ah tulen mengatakan
bahwa iman itu cukup dengan pengakuan di dalam hati, dan pengakuan hati itu
menurut mereka tidak bertingkat-tingkat. Sehingga menurut mereka orang yang
gemar bermaksiat (fasik) dengan orang yang salih dan taat sama saja dalam hal
iman. Menurut orang-orang Murji’ah amal bukanlah bagian dari iman. Sehingga
cukuplah iman itu dengan modal pengakuan hati dan ucapan lisan saja.
Konsekuensi pendapat mereka adalah pelaku dosa besar termasuk orang yang
imannya sempurna. Meskipun dia melakukan kemaksiatan apapun dan meninggalkan
ketaatan apapun. Madzhab mereka ini merupakan kebalikan dari madzhab Khawarij.
(lihat Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 161-163, Syarh ‘Aqidah
Wasithiyah, hal. 162).
Wa’idiyah yaitu kaum Mu’tazilah [Mereka
adalah para pengikut Washil bin ‘Atha’ yang beri’tizal (menyempal) dari majelis
pengajian Hasan Al Bashri. Dia menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar
itu di dunia dihukumi sebagai orang yang berada di antara dua posisi (manzilah
baina manzilatain), tidak kafir tapi juga tidak beriman. Akan tetapi
menurutnya di akherat mereka akhirnya juga akan kekal di dalam Neraka, lihat Syarh
Lum’atul I’tiqad, hal. 161-163] dan Khawarij mengatakan
bahwa pelaku dosa besar telah keluar dari lingkaran iman. Mereka mengatakan
bahwa iman itu kalau ada maka ada seluruhnya dan kalau hilang maka hilang
seluruhnya. Mereka menolak keyakinan bahwa iman itu bertingkat-tingkat.
Orang-orang Mu’tazilah dan Khawarij
berpendapat bahwa iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan
lisan, dan amal dengan anggota badan, akan tetapi iman tidak bertambah dan
tidak berkurang (lihat Thariqul wushul ila idhahi Tsalatsati Ushul,
hal. 169). Sehingga orang Mu’tazilah menganggap semua amal adalah syarat sah
iman (lihat catatan kaki Al Minhah Al Ilahiyah, hal. 133). Dengan kata
lain, menurut mereka pelaku dosa besar keluar dari Islam dan kekal di neraka
(lihat Syarh ‘Aqidah
Wasithiyah, hal. 163).
Kedua kelompok ini sudah jelas terbukti
kekeliruannya baik dengan dalil wahyu maupun dalil akal. Adapun wahyu, maka
dalil-dalil yang menunjukkan bertambah dan berkurangnya iman sudah disebutkan…
(Lebih lengkap lihat Fathu Rabbil Bariyah, hal. 103-104).
Iman
Kepada Malaikat
Salah satu makhluk Allah swt. Yang diciptakan di nsurei
adalah malaikat. Dia bersifat gaib bagi manusia, karena tidak dapat
dilihat ataupun disentuh dengan panca indra manusia.
Sebagai muslim kita diwajibkan beriman kepada
malaikat. Iman kepada malaikat tersebut termasuk rukun iman yang kedua. Apa
yang dimaksud iman kepada malaikat? Iman kepada malaikat berarti meyakini dan
membenarkan dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menciptakan malaikat yang diutus
untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dari Allah.
Dasar yang menjelaskan adanya makhluk malaikat
tercantum dalam ayat berikut ini yang artinya:
“Segala
puji bagi Allah pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai
utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap
masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.” (Q.S. Fatir: 1)
Hal tersebut juga dijelaskan dalam hadits riwayat
Muslim tentang iman dan rukunnya. Dari Abdullah bin Umar, ketika diminta untuk
menjelaskan iman, Rasulullah bersabda,
“Iman
itu engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya,
Rasul-rasulNya dan hari akhir serta beriman kepada ketentuan (takdir) yang baik
maupun yang buruk.”
Dalam hadits tersebut, percaya kepada malaikat
merupakan nsure kedua keimanan dalam Islam. Percaya kepada malaikat sangatlah
penting karena akan dapat memurnikan dan membebaskan konsep tauhid dari
bayangan syirik.
Dari ayat dan hadits di atas dapat diketahui
bahwa beriman kepada malaikat merupakan perintah Allah dan menjadi salah satu
syarat keimanan seseorang. Kita beriman kepada malaikat karena Al Qur’an dan
Nabi memerintahkannya, sebagaimana kita beriman kepada Allah dan Nabi-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuni, Dwi.
2010. Pendidikan Agama Islam. Surakarta: CV. Mediatama
Majid,
Al-Zandaniy, Abdul, dkk. 1991. Al Iman. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
Umary, Barmawie,
Drs. 1991. Materi Akhlak. Solo: Ramdhani
Dewan Redaksi
Ensiklopedi Islam. 1993. Ensiklopedia Islam. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van
Hoeve
Fachrudian, HS,
H. 1992. Ensiklopedia Al Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta
Bahreisy, Salim.
1985. Riadlus Shalihin (terjemahan). Bandung.
Sabiq, Sayid.
1980. Aqidah Islam. Bandung: Diponegoro.
No comments:
Post a Comment